Aku dan senja
Jakarta, 29 November 2017. Pukul 17.30 WIB
Sore itu dua tahun yang lalu, dimana semuanya dimulai. Berawal dari sebuah pertemuan singkat yang mengesankan. Saat itu lembayung
senja sedang menyelimuti bumi.
Matahari mulai melenyapkan eksistensinya.
Seakan mengerti ini adalah waktu untuk membiarkan bulan bersama dengan bumi. Aku
terpana olehnya. Bukan, bukan
kamu, Senja.Aku sama sekali tidak terpana oleh keindahanmu. Langit yang berwarna merah ke
unguan itu lebih menarik perhatianku.
Bukan kamu, Senja!
Sudah hampir
dua pekan lamanya, seperti
orang bodoh, aku masih
kembali ke tempat ini. Tempat yang selalu membawaku ke masa lalu. Tempat yang
selalu membawa memoriku tentangmu. Ini lucu dan mungkin kau akan tertawa jika
aku berkata bahwa aku mendambakanmu hadir di tempat ini
lagi. Mendambakanmu untuk kembali dan kita bisa membuat lebih banyak memori di
sini.Lucu bukan? Bagaimana kalau aku mengenalkan diri? Hai, aku adalahbulan yang
sedang mendamba kehadiran matahari di malam hari.
—
Sore itu aku pergi meninggalkan rumahku untukmenuju tempat favoritku. Aku sangat menyukai
pemandangan langit di sore hari.
Langit sore seperti obat untukku.Perpaduan warna yang apik, mampu meluruhkan semua masalahku. Ya… meskipun sementara. Setibanya aku disana , aku langsung
menuju ke spot favoritku. Sayangnya,
spot itu sudah ditempati oleh seseorang. Itu spot terbaik untuk melihat langit
senja dengan jelas. Aku sudah sampai di sini, jadi apapun ceritanya, aku tetap
harus melihat langit senja. Lagipula, ini tempat umum. Setiap orang bebas untuk
duduk di tempat favoritenya, bukan? Aku melangkahkan kaki ku ke sana.
“Misi, boleh
saya duduk disini?”
“Silahkan”
“Terimakasih”
Dia tidak menunjukan reaksi apapun, sangat dingin. Perilakunya berbeda 360 derajat dengan keindahan
yang ada didepan mataku saat ini.
Aku sedikit melirik ke
arahnya. Memastikan dia tidak terganggu dengan kehadiranku. Dia terlihat sangat
dingin. Tapi, cara dia menatap kosong ke depan membuatku menyadari sesuatu.
Sepertinya.. dia sedang mengalami tekanan yang cukup berat. Mungkin, alasan dia untuk
mengunjungi tempat ini sama dengan alasanku. Biarlah, pemandangan langit lebih
menarik daripada menebak informasi tentang dia.
Tiba-tiba saja saat aku sedang menikmati pemandangan, Ia mengucapkan satu kata
“Senja”
“Nama
kamu senja?”
Laki-laki itu mengangguk cepat.
“Nama yang
indah”
Dan aku
melihat rona merah menjalar di sekitar pipinya. Entah mengapa ada seulas senyum dibibirku,
merasakan sesuatu yang berbeda
dari dalam dirinya.
Setelah hari itu berlalu, aku dan Senja selalu mengunjungi tempat itu. Duduk
bersebelahan dan mulai mempunyai banyak bahan obrolan. Ya.. kita semakin
dekat danaku merasa semakin
nyaman berada di sisinya.
Aku mengingat semua kata-kata manisnya. Senyumannya, dan semua hal menyangkut tentangnya menjadi memori
indah yang terekam jelas
di kepalaku. Tapi satu hal yang membuatku membencinya. Selayaknya senja pada hakikatnya, dia datang
membawa keindahan, membuat seluruh dunia memujanya, namun keindahannya hanya
berlangsung sementara. Saat malam datang, semua berubah menjadi gelap.
“Tolong jangan
mencintaiku terlalu dalam,
hal itu akan menyakitimu.” Aku sekarang paham makna dari kata-katamu merujuk pada kenyataan ini, kenyataanbahwakau
dan keindahanmu meninggalkanku
lebih dulu.
-
Disini, ditempat pertama kali kita berjumpa, aku masih setia menunggumu hadir. Saatlangitmenunjukkan
senjanya, aku berharap kau
juga ada di sana. Tersenyum kepadaku dan menceritakan banyak cerita. Namun,
kenyataannya bayang mu saja tak kasat oleh mata. Aku masih disini dengan
cerita yang sama dan aku merindukan mu dengan sangat setia, Senja. Aku selalu berdoa setiap langit
melukiskan senjanya. Doaku adalah agar aku bisa bahagia di sini, tanpamu. Dan
dengan begitu, kau juga bisa tersenyum bahagia dari tempatmu berada. Aku
harap senja bisa
menenggelamkan rinduku
padamu. Merindukan mu
rasanya hatiku seperti tersayat oleh belati.
Dan sekarang,senja sudah terlelap, bersama dengan semua
anganku tentang dirimu.
Terimakasih telah memberiku satu pelajaran berharga. Berkatmu, aku menjadi
lebih banyak bersyukur dan menikmati moment berharga di hidupku. Karna aku tau,
Tuhan terkadang menciptakan sesuatu yang sangat indah, tapi hanya berlangsung
sementara. Seperti kau, Senja.
Penulis : Zafirah
Fitrie Adhiyantami
0 komentar:
Posting Komentar